GRAPHIC

Sabtu, 04 Agustus 2012

CERPEN By Andre Meyro

ini adalah kumpulan cerpen dari teman saya
semua cerpen di sini 100% asli buatan dia


nih orang nya Andre Meyro


Langsung aja di baca..







"Janji Sore"




Mei Telah Berganti Juni,Tetapi Perasaan ku Tak Berganti Segelintir pun,ku hadapi Deru Angin Hujan Mencari Arin yang telah Hilang di Telan Matahari Sore Dulu,Semenjak Terakhir kali ku berjumpa dengan nya ku tak tahu Menjadi Begini ada nya,Ia Mengatakan Akan Kembali Ke Tempat Kenangan ini Suatu Saat Nanti,Ku Kembali Ke Kamar Ku,MengambilSepuntung Rokok untuk Menenangkan Kepala ku yang Telah Hilang Akal adanya,Ku lukiskan Tempat kenangan tersebut di sudut kamar ku,Gelap malam Telah Menyergap terang,Ku Ambil Motor ku ke Warung Tegal di Pinggiran kota jogja Demi mengisi perut ku yang kelaparan,ku pesan makanan ala kadar nya uang yang kupunya,sambil mengunyah makanan ku melihat Cafe Tempat Ku Dan Arin Pertama bertemu,Tanpa Sadar Telah Lama ku kunyah makanan tersebut menjadi tanpa bentuk dan hancur,ku Minum se gelas teh es tuk Mendinginkan kepala ku yang gundah ini,Ku Pulang Ke Kamar Besiap untuk Bersiap berjumpa hari esok,Pagi Telah menyongsong Menyinari Kaca jendela kamar yang sempit ini,ku bngun dari tidur ku,bersiap membersihkan diriku,ku Guyur tubuhku dengan air seraya Menyegarkan Diriku ini,tertegun ku melihat cermin yang ada di kamar mandi,ku lihat diriku,begitu kacau adanya,ku bertanya pada diriku sendiri 'apalah ku mencari orang yang Pergi tanpa Arah dan Tujuan,bukan kah lebih baik ku meneruskan hidup ku yang dulu dan mencari wanita di kemudian hari?'Begitu Gundah Ku jawab Pertanyaan ini,Sesampai ku berpikir sejenak 'mungkin ku lebih baik meneruskan study ku yang telah orang tua ku berikan padaku',ku pergi ke kampus ku,ku berjalan ke arah ruangan ku,ku lewati ruangan demi ruangan,ku berhenti di suatu ruangan,ruangan Mata Kuliah Akutansi,Ku Harap dia duduk Di Banku nya,Ku Lirik Bangku nya hanya ada debu dan Ukiran Cutter,Ku Lihat Ukiran Tersebut Tertulis "1 jam bersamu adalah waktu spesial yang kau berikan padaku ku harap dirimu kau mengingat janji kita 230512"Di Saat Itu Juga Ku Mengingat Janji ku akan dia,bahwa ku kan berusaha ada dan tanpa nya,Ku terdiam tanpa kata dan omongan,ku Pergi Meninggalkan Ruangan Tersebut,Sesampai Di Ruangan Dan Bangku ku,ku duduk dan membuka makalah dan buku ku,Setidak nya 3 jam telah berlalu Jam Kuliah ku Hari ini telah Selesai,Sekiranya begitu Setiap Hari,Sampai Suatu Hari Kudapati Teman Se Ruangan Mata Kuliah ku,walau ku jarang berbicara Dengannya Sebagai Teman ku Harus Menghadiri Pemakaman tersebut,Ku Hadiri Rumah Duka,Ku Temukan Suasana Hening dan Duka Di Tempat Tersebut ku Lihat orang tua dan Sanak Saudara nya begitu Haru dan sedih Terliat Gerlinangan air mata dari kesedihan hati yang mendalam,Pemakaman di adakan pada pukul 1 siang hari,Petang hari ku pergi ke pemakaman,tanah telah tergali Lubang liang lahat,untuk menaruh jenazah ,ku lihatTemanku Dengan tangan tangan terlipat kaku di dalam peti nya,siap di Masukan ke liang lahat,Saat akan di masukan ku berpaling untuk melihat sekitar,langit,pohon,dan rumput,sampai ku dapati satu DeretanNisan Yang Menarik Hati ku,Ku Tak mengerti kenapa Ku Harus berjalan kearah nisan tersebut,Tanpa Sebab dan Alasan Ku Hampiri Satu Per Satu Nisam Sesampai Nisan ke 4 ku dapati Nisan Bertulis Telah Kembali Kepada yang ESA "Arin Widya Astuti",Ku Tersontak kaget,ku kedip kan mataku lg Tanda tak percaya,Tak Percaya lg ku lihat foto di Nisan Tersebut Ternyata Ini adalah Arin Yang kucari Selama ini,Ternyata dia telah pergi dari Dunia Ini,Dunia Hatiku,Dunia Kami Berdua,Dan Dunia yang Pelan Saat ku Bersama dengan nya.Meninggalkan ku Dengan Seribu Kisah Dengan nya,Ku Terpuruk Saat itu Lama Ku lihat nisan itu,Sampai Pemakaman temanku telah Selesai belum juga Ku Meninggalkan tempat tersebut,Ribuan Kisah terlontar di benak kepala ku,Ku Tertangis,Bulir Bulir Air mata Menetes dari Mataku yang Berkaca-Kaca,Ku Menangis Terduduk di Depan Nisan Orang yang ku sayangi dan ku kasihi melebihi apa pun,Tapi Apa lah Daya Sebuah Tangisan Hanya dapat mengatasi rasa sedih dan Gelisah,Ku Tahu Engkau Tertawa Atas ku di alam sana akan ku,karna menangis di depan nisan yang tiada artinya





"Jenny"



Ini benar-benar bulan Desember. Hujan dimana-mana. Jalanan basah. Langit hitam menggantung sepanjang hari. Dan angin bertiup terlalu kencang. Dingin menusuk tulang. Musim penghujan tahun ini datang terlambat, mungkin akan lama. Untung saja, kotaku yang kecil bukan termasuk wilayah langganan banjir. Bukan karena disiplin penghuninya, tetapi rasio penduduk dan luas wilayah sangat tidak sebanding. Membuat iri mereka yang tinggal di kota besar yang padat dan sumpek. Kotaku kecil sehingga tidak memerlukan kerja ekstra untuk mengurusnya.Aku sangat berterima kasih kepada Tuhan, dilahirkan dan dibesarkan di kota itu. Apalagi setiap musim penghujan, aku paling suka melihat jalanan kotaku basah. Dedaunan di sepanjang jalan terlihat mengkilat pada sore hari. Terpaan lampu kota membuat deretan pohon di sepanjang jalan layaknya pagar besi berkilau. Aku suka itu.Sore ini, angin bertiup terlalu kencang. Hujan sejak pukul 12 siang tadi belum juga berhenti, meski kini tinggal gerimis. Dari balik jendela sebuah caffe shop di pinggir kotaku,, aku duduk menikmati gerimis itu. Gerimis yang telah lama tidak aku temukan hampir sepanjang tahun ini. Sekaligus gerimis yang selalu membuka beragam cerita yang menumpuk di sudut batinku. Aku duduk di situ ditemani segelas cappucino sambil menghisap rokok, pelan dan dalam. Mestinya aku merasa damai berada di situ, nyaman dan melonggarkan pikiran.Tetapi sore itu tidak!,Aku memang selalu datang ke tepat itu setiap sore sehabis mengirimkan tulisan ke media yang bisa memuat esai-esai ‘kacau’-ku. Melepas penat dan mungkin akan menemukan ide baru untuk bahan tulisan keesokan harinya. Terlalu sering aku di situ. Hingga hampir seluruh pelayan mengenalku. Keuntungannya, setiap aku masuk tanpa ditanya menu, langsung dipersilahkan duduk di meja dekat jendela yang terletak di sudut ruangan. Tempat yang aku suka!,Anehnya, sore itu aku menemukan diriku tidak biasanya. Perasaan ini semakin aneh manakala melihat kaca jendela kusam dan buram. Kuusap dengan tangan, terlihat beberapa anak bermain air di pinggir jalan. Anak jalanan! Meski kotaku kecil, namanya anak jalanan tetap saja ada. Tentu saja dengan tingkat kerumitan permasalahan yang berbeda. Anak jalanan di kotaku masih memiliki rumah dan orang tua. Hanya saja orang tua mereka tidak memiliki pekerjaan tetap sehingga anak-anak mereka tidak terurus. Berbeda dengan di kota besar yang ‘tuna’ segala-galanya. Bahkan orang tua saja mereka bingung menentukan siapa dan dimana.
Aku tersenyum melihat tingkah mereka yang polos. Bermain air, saling menendang, memukul, berputar, berlari, tanpa beban. Suasana tawa dalam guyuran gerimis di luar terasa ringan. Seringan kapas! Berbeda dengan suasana nyaman di sini, di sudut ruangan yang cozzy –kata anak-anak muda—tetapi terasa berat, seberat awan hitam yang menggantung. Nyaris jatuh.“Sedang menunggu seseorang?” suara perempuan mengoyak lamunanku. Perempuan muda dengan senyum enteng kutemukan telah duduk tepat di depanku. Sejak aku mengenal dan menjadikan coffe ini tempat favorit untuk meliarkan khayalan, baru sore itu ada perempuan datang dan duduk tanpa aku minta. Aku agak gelagapan.“Tidak juga. Kamu…,” aku belum menemukan pertanyaan yang sesuai untuk sebuah ketiba-tibaan. Aku panggil ‘kamu’ karena aku yakin usia perempuan ini jauh di bawahku.“Maaf, jika mengganggu,” celetuknya.“Tidak juga,” terpaksa aku mengulang kalimatku. “Terima kasih telah mamu duduk di meja ini.”
Ya! Aku formal banget. Perempuan itu tersenyum. Mungkin menertawai sikapku yang diluar perkiraannya. Aku bisa menebak, dipikirnya aku akan langsung menyodorkan senyum menggoda dan bergerak sangat agresif. Jujur, aku memang sering seperti itu tetapi bukan untuk sebuah ketiba-tibaan yang menghilangkan segala kecerdasanku. Benar! Aku terasa seperti lelaki lugu.
Perempuan itu membetulkan posisi duduknya.
“Aku baru dua kali kesini. Pertama tiga hari lalu, dan duduk di meja ini,” katanya. Aku mengingat tiga hari yang lalu, memang aku tidak ngopi di sini. Aku ke rumah teman di luar kota. “Dan sore ini, ternyata tempat ini enak juga ya…,” lanjutnya.
“Aku sering ke sini,” jawabku seolah menyiratkan di meja inilah tempatku!
“O…ya?”
“Hampir setiap sore. Dan duduk di sini.”
“Selalu di sini?” tanya perempuan itu lagi.
“Ini tempat yang terlindung,” jawabku sambil melirik ke pot-pot bunga yang berjejer mengelilingi sudut ruangan tempat favoritku. “Tidak terlihat tetapi bisa melihat siapa saja yag masuk.”
“Pilihan tepat. Lalu kenapa tadi aku mengejutkanmu?”
Sialan! Rupanya dia tahu kalau aku tadi sangat terkejut melihat kedatangannya.
“Lihat anak-anak itu! Mereka membuatku tidak menyadari ada seseorang telah berada di depanku,” jawabku sekenanya. Perempuan itu tersenyum. Giginya terlihat sangat terawat.
“Maaf, kita belum kenalan, Oka…” kusodorkan tangan. Dia menyambut tanpa ragu.
“Jenny.”
“Baru di kota ini?”
“Betul. Aku tinggal bersama saudara sepupu di ujung jalan ini,” jawabnya.
Setelah berkenalan itulah, pembicaraanku dan Jenny berlangsung lancar. Bahkan kini terlihat bakat asliku; agresif dan suka memutar balik logika kalimat lawan bicara. Tak terasa hampir dua jam, aku dan Jenny terlibat pembicaraan tanpa arah. Ringan tetapi aku tahu, Jenny sangat suka. Bahkan dengan gayanya yang khas Jenny menceritakan kondisi keluarganya di Jakarta yang berantakan. Ayahnya harus balik ke Singapura sedangkan ibunya tetap tinggal di Jakarta, serumah dengan pria selingkuhannya. Aku menghela napas panjang dan dalam. Dari dulu, peroblematika hidup kota besar tak jauh bergeser. Cinta, uang, pengkhianatan….klise! Bentakku dalam hati.
Hujan di luar sedikit mereda. Tetapi jalanan mulai gelap. Temaram lampu kota, sekuat tenaga menembus dinginnya udara basah. Kulihat Jenny semakin menikmati suasana, seolah ingin melepaskan beban yang puluhan tahun menimbun kebebasannya.
“Apa tidak terlalu malam?” kataku mengingatkan.
“Aku masih suka di sini. Oka keberatan?”
Aku menggeleng.
Akhirnya aku melanjutkan pertemuan itu hingga larut malam. Jenny memang luar biasa dengan segala permasalahan hidupnya. Diceritakan dengan detail, mungkin tanpa tertinggal secuilpun. Aku menikmatinya. Keliaran pikiranku menangkap cerita Jenny dengan penuh semangat. Ini ide hebat! Pikirku.
Hingga pagi. Tetapi tidak di coffe itu lagi. Kutemukan tubuhku, lunglai dalam pelukan Jenny. Malam yang penuh gerimis telah membuka segala cerita, menimbun segala duka. Ini sisi kreatifku yang terkadang muncul tanpa kusadari. Maaf…
Kubatalkan semua rencana yang telah kususun rapi sejak semalam. Ke rumah teman, lantas mampir ke perpustakaan kota, dan ngopi di tempat biasa. Semangatku mendadak terbang menyelinap di sela mendung yang membekap matahari pagi. Kini, gelapnya langit benar-benar membunuh ketenangannku. Lantas mengumbar kecemasan yang sangat hebat. Aku tidak tahu harus melakukan apa untuk menyingkirkan kenyataan mengerikan akan mengusik kenyamanan pagiku. Mungkin juga kenyamanan seluruh usia hidupku.
Kubaca koran pagi; Jenny bunuh diri!
Seorang perempuan, tengah malam, ditemukan tewas tergeletak di pinggir rel kereta dekat gerbang masuk kota. Diduga, perempuan itu menabrakkan diri ke kereta barang yang melintas dengan kecepatan tinggi. Polisi berhasil menemukan indentitas dalam tasnya, korban bernama Jenny, 27 tahun, warga Jakarta yang baru beberapa hari tinggal di kota ini…Kulipat koran itu, napasku seolah berhenti sesaat. Tetapi jantungku berdegub jauh lebih kencang. Itu perempuan yang bersamaku kemarin malam!
Aku membaca berita singkat itu sekali lagi. Sama. Aku yakin itu Jenny! Tetapi kenapa dia melakukan hal bodoh itu? Kuhisap rokok sekedar menenangkan pikiran. Tetapu justru malah blingsatan dan menyiksa. Entah apa yang sedang terjadi dalam pikiranku, aku tidak tahu. Sedih. Takut. Bersalah. Semua jadi satu! Apalagi ketika paragraf terakhir berita itu kubaca; hasil visum tim dokter menyatakan kalau korban sedang hamil dua bulan. Keringat dingin meluncur tak tertahankan lagi.
Apa karena kehamilannya itu membuat Jenny nekad? Berpuluh ingatan singkat tentang Jenny memenuhi pikiranku. Aku terduduk. Lemas. Kurasakan angin dingin menyelinap menggerakkan dedaunan di luar dan menelusup melalui celah jendela. Kemarin malam, seolah tanpa beban, Jenny menjelaskan sebagian peristiwa hidupnya.
“Kau tidak menyesal?” tanyaku.
“Lama sekali aku tidak mengenal perasaan itu.”
“Kenapa?”
“Kedua orang tuaku, seolah mengajarkan jika penyesalan adalah bentuk pengingkaran,” Jenny menerawang kosong. Aku yakin, ada beban teramat berat menggunung dalam batinnya.
“Rupanya ada bagian masa lalu yang menyakitkan?”
“Bukan sebagian hampir seluruhnya. Semua peristiwa terjadi pada diri kita seolah diluar rencana baik yang kita susun. Aku tidak memiliki kekuatan untuk menghentikan rangkaian peristiwa itu. Jadi, suka atau tidak, harus dijalani,” jelas Jenny sangat dalam.
“Meski peristiwa itu akibat ulah kita sendiri?”
“Hanya persoalan cara pandang saja,” tukasnya pendek.
Selanjutnya, tanpa beban secuilpun menganggu perasaannya, Jenny menceritakan pertengkaran kedua orang tuanya pada suatu malam. Pertengkaran yang hebat! Ketika itu, Jenny tidak mengerti pangkal permasalahan sebenarnya. Yang dia lihat, ayahnya menampar ibunya. Ibu lebih berani lagi, membantah dan melontarkan kalimat kasar. Bukan layaknya suami-istri. Jenny menangis menyaksikan semuanya dari balik jendela. Sejak itu, ayahnya jarang pulang sedangkan dia sendiri pergi menumpang rumah teman, agak jauh dari rumahnya.
Terakhir, Jenny mendapat kabar, kalau ayahnya telah pulang ke negara asalnya, Singapura. Sedangkan ibunya pergi bersama lelaki selingkuhannya. Jenny sendiri…merasa menemukan jalan hidupnya danm menikmatinya seolah ingin membunuh peristiwa menyakitkan yang merubah jalan hidup normalnya itu.
“Dan aku hamil,” kata Jenny pelan. Aku tak tahu harus bersikap apa. Kalimat itu seakan ditujukan kepadaku dan menanti agar aku mampu mengurai beban hidupnya. Aku tahu, apapun alasannya, ini adalah kesalahan yang mesti diperbaiki. Tetapi bagaimana caranya? Ternyata dibalik keceriaan Jenny ketika awal berkenalan, tersimpan peristiwa cukup berat. Senyumnya mungkin untuk membunuh siksaan beban itu.
Aku tangkap tangan Jenny. Tiba-tiba kami menjadi sangat akrab.
“Itu alasannya hingga kamu meninggalkan Jakarta?”
“Kota itu terlalu menyiksa,” celetuknya pelan.
“Berarti akan lama tinggal di kota ini?”
“Belum tahu juga. Aku juga nggak enak dengan sepupuku.” 
Begitulah, malam terus merambat hingga larut membawa pagi. Aku lebur dalam duka Jenny yang mungkin tidak akan tersembuhkan. Aku sadar, kehadiranku hanya akan melupakan bebannya sesaat. Tidak akan lama! Tetapi pertemuan singkat itu, terasa begitu bermakna. Apalagi ketika matahari menyelinap melalui lubang jendela, mengusik tidurku. Kelelahan.
Dan pagi ini…
Kutemukan tubuh yang penuh duka itu, kini penuh luka. Kuambil rokok, entah batang yang keberapa. Asbakpun telah penuh. Namun batinku tetap saja blingsatan. Pagi ini benar-benar hancur. Seperti kalimat Jenny kemarin malam, penyesalan hanyalah wujud pengingkaran. Memang semua garis peristiwa hidup harus dijalani tanpa protes sedikitpun. Karena manusia memang tidak layak untuk protes. Dan mungkin saja –aku ragu menggunakan kata ‘mungkin’—Jenny telah melanjutkan garis peristiwa kehidupannya. Tanpa menyesal sedikitpun!
Kulirik koran yang terlipat di meja. Terlihat foto tubuh Jenny, terbungkus kantung warna merah. Dan…dia hamil! Aku tersentak. Nyaris tersedak. Berdiri. Dan melihat ke arah jendela, menerawang kosong. Berpuluh kenangan menjejal dalam pikiran. Ketakutanku pun memuncak. Jenny memang telah meninggal, tetapi bayi itu? Orok yang dikandungnya? Bisa jadi –meski terlalu dekat jaraknya—aku juga memiliki anak itu. Karena semalaman…Jenny!
Aku berteriak sendiri. Tanpa mampu menemukan solusi sedikitpun.
Kulihat dari balik jendela yang kusam, gerimis semakin lebat. Secangkir kopi nyaris habis. Empat puntung rokok tersuruk dalam asbak. Pada meja di sudut ruangan itu, aku duduk sendiri. Seperti hari-hari sebelumnya. Tetapi sejak peristiwa itu terjadi, kini aku memiliki alasan lain untuk duduk di meja itu. Terasa gelas cappucino milik Jenny belum kering. Perempuan itu seolah terus mengajakku untuk selalu menemuinya di caffe itu. Kunikmati pertemuan batin yang melegakan itu. Tanpa penyesalan.
Yang lebih penting, aku selalu duduk pada meja di sudut ruangan itu untuk menziarai anak batinku dalam kandungan Jenny. Hal itu harus kulakukan sebagai wujud penyesalan. Maaf…Jenny. Anak itu terlalu suci untuk menanggung beban garis hidup orang tuanya. Aku pesan kopi lagi.
Gerimis bertambah lebat.






"Love At the Middle Of Class"


Priscilla Putri(Diriku) Sebagai VC
Leonardi Sebagai DAG
Dingin Nya Deru Angin Di waktu Hujan,Menusuk Tulang.Tak Kuperhatikan Seorang Guru Menjelaskan Di depan,Ku begitu Dingin,menggigil,Teman Ku Semua Membawa Jacket Dan Sweater Hanya diriku Seorang Yang Hanya Lah membawa Baju Tipis nan Dingin Di waktu Hujan.Ku ingin Meminjam Jacket Atau Pun Sweater Dari Seseorang Tapi ku begitu Malu,Ku Merasa Ada tatapan DI belakang Ku Tatapan Prihatin Akan Keadaan ku,Dia Adalah Leonardi,Dia Merogoh Isi Meja Nya dan Mengeluarkan Sweater nya dan memberikan nya pada ku,Ku ambil Sweater tersebut ku Peluk Lah Tercium Bau Parfum Dari Leonardi yang Soft dan Comfort,ku ingin memakai nya tapi Di kelas di larang untuk memakai Sweater mau pun jacket di dalam kelas.Hujan Telah Reda Tetapi Hawa Dingin Tetap Berhembus Melalui Jendela-Jendela di kelas ku....

‎"Love At The Middle Of Class"


Part 2
Bel Sudah Berbunyi Kuberjalan Keluar Mencari Teman-Teman Ku Yang Ada di Kelas Lain,Jacket Leonard Masih Tetap Ku pakai,Ku Merasa Kehangatan Di sweater Ini Kehangan Yang Mungkin Seperti Kehangan Di Peluk Oleh Seorang Leonard Yang Tidak Banyak Bicara,Ku Makan Mekakai Sweater Tersebut,Ku Belajar Ingin Memakai Sweater Tersebut,Sungguh Ada Sesuatu Yang Dapat Terasakan Saat Memakai Sweater tersebut,Pelajaran T'lah Di Mulai Pelajaran B.Ing Pelajaran Yang Dapat Di jalani Dengan Santai,Leonard Seperti kedinginan Ku ingin mengembalikan jacket ini kepada nya Kembali,Tetapi Dia Seperti Memberi isyarat Agar aku yang memakai nya saja.Ku merasakan Kebaikan Seorang Leonard Yang Dulu Ku anggap Hanya Lelaki Biasa,Tetapi Dia Sungguh Seorang Lelaki Yang Luar biasa,Besok 
akan Di Adakan Tour Ke Pantai Pasir Pendek,Tepat Seperti Yang telah di rapatkan Dahulu nya,Bel T'lah berbunyi ku menunggu Jemputan Di Lorong Mading Seperti Biasa yang sering ku Lakukan,Banyak Anak-Anak Yang lalu lalang di depan ku,tapi Tak Ku lihat Sosok Leonard Yang Lewat di Hadapan ku,Ku berpikir Mungkin Dia sudah balik Ke rumah nya.Sudah 1,5 Jam ku menunggu Tak kunjung datang juga orang tua ku untuk datang menjemput ku,Ku ingin Menumpang Kepada Teman,Tetapi Seperti nya Sekolah Ini Terlalu Kosong untuk di Minta bantuan,Ku mulai Gusar,Tak Tahu Mesti Berbuat Apa(FYI:Ini lah yang di sebut GALAU)Ku Mondar Mandir Di lorong tersebut,Ku Duduk Kembali Dan bersandar Ke Dinding Di Belakang Ku Ku lihat Ke awan Yang Semakin Gelap Seperti Akan Menangisi Keadaan Ku saat ini.Di dalam Hati ku "Dimanakah Orang yang Akan menjemput ku ini,Apakah dia lupa?",Ku Tutup Mata Berharap Tiba-Tiba Ada orang Yang menjemput Ku 10 Detik Kemudian Ku buka kembali Tak Ada Orang,Ku sungguh Bodoh Berharap Ada Tuhan Jatuhkan Seseorang yang akan menjemput ku saat ini,Tiba-Tiba Leonard Datang Ke Depan Ku sambil membawa Motor Dia belum berganti baju,Di dalam pikiran ku "Apa kah dia ada tugas,atau memang sengaja menunggu ku agar dapat ia Jemput?"Dia Seperti Menawarkan Agar dapat Ia Antar Ku lihat Sekeliling Siapa Tahu Ada Orang Yang melihat Kejadian Yang Sungguh Aneh Ini,Ku Hampiri ia Ku Sentuh Wajah nya Memastikan Bahwa Ia Bukan Orang Yang Tuhan Jatuhkan Dari langit tuk mengantar ku...

"Love At The Middle Of Class"


Part 3

Deru-Deru Angin Menambah kesunyian di antara ku dan dia,tatapan polos dari seorang leonard,Ku Berikan Sweater Tersebut kepada nya,dan ku bersedia di antar oleh nya,ku naiki tempat duduk motor nya,ku hanya memegang tas nya sebagai pegangan.langitsemakin gelap,menambah dingin nya perjalanan ini,samar-samarku dengar nyanyian yang lembut dan merdu dari bibir polos nya leonard,kami melewati jembatan,jalur tuk motor sangat lah sempit dan mengerikan,tanpa sadar ku memeluk leonard dengan erat karna ketakutan ku akan ketinggian di tambah lagi ku bukanlah orang yang pandai berenang.sesampai di rumah ku,ternyata dan ku tak sangka rumah ku kosong tanpa jiwa yang menempati,ku intip dari jendela semua kos
ong,ku suruh di tuk pergi saja,takut lama menunggu ku di sini,tetapi dia memaksa tuk menunggu ku.30 menit,1 jam,2 jam tak kunjung datang,dia menyarankan tuk kerumah nya saja,karna sebentar lg akan hujan dan akan dingin menunggu di luar seperti ini,ku turuti kemauan nya,sesampai di rumah leonard,ku seperti nya di sambut baik oleh keluarga nya,adik perempuannya langsung memeluk ku,dan mengajak ku bermain di kamar nya,leonard memberitahu ku,bahwa harap maklum dengan sikap adik perempuan nya,karna dia tak ada teman bermain semenjak ibu leonard membuka usaha Rumah Makan Yang baru 1 tahun di buat,ku pun memaklumi nya dan meladeni adik nya bermain yang tak seharus nya ku lakukan karna ku sangat capai dan kelaparan,leonard sudah berganti baju dan mengetuk pintu kamar adik nya,tuk mengantar ku balik,ku pun keluar dari kamar tersebut,tampaksedih dan kesepian yang tersirat di wajah adik nya,leonard menenangkan adik nya,dan berkata "kak,priscilla mau balik,entar capai ga bisa temani adik bermain lg",adik nya hanya mengangguk lalu memeluk ku,sekian lama adik nya memeluk lalu terlepas lah pelukan anak tersebut,jam menunjukan pukul 6 sore,leonard segera mengantar ku ke rumah ku,untung sekali ibuku sudah ada di rumah,leonard pun pulang,ibuku mengatakan bahwa menunggu ku di sekolah tetapi terlambat datang tuk menjemput,ku pun menjelaskan apa yang terjadi,ibuku pun mengerti,segeraku melepas sepatu,tas dan bergegas untuk mandi karna gerah yang tiada tara nya ini..

‎"love In The middle Of class"


 Part 4



Ku berganti baju,bersiap mengguyur diriku dengan Air Segar Tuk mengatasi kegerahan tiada tara nya ini,ku ambil handuk tuk mengeringkan badan ku yang basah ini,ku pakai baju lalu ku buka "Sahabat tanpa Kataku",Yang selalu ku isi setiap malam Akan hal Yang ku alami pada hari Tersebut,Ku tuliskan kisah ku dengan Leonard Merupakan merupakan Kejadian Yang sangat Janggal Dan Langka ini,Seperti Sebuah mimpi Di jemput pangeran dari Kahyangan.Ibuku Memanggil ku tuk turun Makan Malam Bersama Keluarga,Ku Bawa BB-Ku sekalian Bersamaku,Di tengah Waktu Makan,Tiba-Tiba Ibuku Menanyakan "Siapa Lelaki Yang mengantar Mu tadi Sore?",Ku hanya Menjawab "Hanya Teman Sekelas",Sebuah jawaban Sederhana Yang dapat Menghentikan Pertanyaan Selanjut nya Yang mungkin dapat membuat

 ku tersudut bahkan tak bisa ku jawab,Lauk Dan Nasi Di piring ku Telah Sirna,Ku Berjalan Ke Sofa Di ruang TV,Ku duduk Santai Seperti biasa Ku Lakukan,Ku Lihat recent Update Di Aplikasi BBM-ku,Terkaget Dan tersenyum Lah Diriku Melihat Dan membaca PM dari Seorang Leonard Yaitu "Quality Time With her,All day Long" ungkapan Yang menyatakan Seberapa berharga nya Waktu-waktu Bersama Diriku Bagi nya,Ku Mulai Mengantuk,Tak Terasa Jam Di Dinding Menunjukan Pukul 9 malam,Ku Berjalan Ke kamar,Terhempaskan Diriku Di atas Tempat Tidur seraya Memasuki Alam Tidur Ku Yang Tanpa Kegelisahaan Dan Memikirkan Persoalan Di besok Hari.....


Penasaran ama Part 5 nya ?? :3  Pantengin aja ni BLOG ampe keluar UPDATE nya ^_^

WKWKWK..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar